Psychology Content Writer: Aviva Lutfiana
“Apa sih yang aku lakukan dalam hidup ini?”
“Apakah ini hidup yang aku inginkan?”
“Kok aku gini-gini aja sih?”
“Apa sih maksud ini semua?”
“Apa aku resign aja ya?”
Pernahkah kamu menanyakan beberapa hal pada diri sendiri seperti di atas? Jika iya, mungkin kamu sedang mengalami quarter life crisis!
Apa itu Quarter Life Crisis?
Quarter Life Crisis (QLC) merupakan konsep yang popular untuk menjelaskan krisis yang dialami seseorang di usia dewasa awal (18 sampai 30 tahun). Agarwal, dkk (2020) melakukan penelitian nih di media sosial Twitter untuk mengetahui apa saja sih yang berkaitan sama QLC. Nah, hasilnya menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang sering dikaitkan dengan QLC, yaitu: perasaan yang tidak karuan (mixed emotions), merasa stuck, menginginkan perubahan, karier, sakit/gangguan (illness), sekolah, dan keluarga. Semua bahasa yang dituliskan di sana cenderung berfokus pada masa depan.
Brigham (2022) menyebutkan bahwa sulit memberikan definisi yang jelas terhadap QLC karena gejalanya sangat berbeda setiap individu dan dapat terjadi pada tingkatan usia yang berbeda, bahkan pada usia yang lebih muda juga bisa terjadi. Maka, tidak ada “universal symptoms” atau gejala yang pasti muncul untuk bisa menentukan diagnosis seseorang mengalami QLC. Namun, hal yang pasti adalah: ketika kita yakin sedang mengalami krisis dan menanyakan beberapa hal seperti pertanyaan di atas, mungkin kita sedang mengalaminya!
And then, how?
Jika kita sedang mengalami gejala QLC, jangan khawatir ya! QLC adalah proses yang wajar dialami oleh kita yang sedang memasuki fase usia dewasa awal. Disamping ketidaknyamanan yang dirasakan, QLC justru memiliki efek yang baik loh! QLC bisa menjadi momen untuk berefleksi pada pilihan-pilihan yang telah kita buat sebelumnya dan menilai apakah pilihan-pilihan tersebut masih sesuai dengan diri kita saat ini.
Jika kita bisa mengenali apa yang terjadi saat ini dan memahami bagaimana perasaan kita, kita tidak hanya akan merasa bahagia dan percaya sama diri sendiri pada keputusan yang sedang kita ambil. Namun, kita juga akan terhindar dari krisis yang akan terjadi lagi di dua puluh tahun kemudian (midlife crisis).
Dapat dikatakan bahwa QLC adalah momen pencarian jati diri sehingga kita bisa lebih mampu mengenali diri sendiri dengan lebih mendalam dan kita dapat mempersiapkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Kita boleh “PAUSE” sejenak!
P - Practice mindfulness.
A - Acknowledge your past.
U - Understand you now.
S - Stop judging yourself.
E - Enjoy the process.
Ingat-ingat ya rumus PAUSE ini!
Jika kita sedang mengalami QLC, kita bisa melakukan beberapa hal berikut ini:
Belajar mengenai diri kita sendiri secara langsung
Agar kita memahami diri kita sendiri dan memahami apa penyebab kita merasa tidak bahagia, kita harus belajar untuk menjadi mindful. Mindfulness secara sederhana adalah momen untuk berhenti sejenak dan menyadari pemikiran, perasaan, sensasi tubuh, dan lingkungan di sekitar kita secara langsung. Proses ini akan membantu kita untuk lebih memahami motivasi kita, pola pikir kita, dan apa yang mendorong perilaku kita. Coba buat kebiasaan harian untuk “check in” sama diri sendiri dan observasi pemikiran dan perasaan kita beberapa kali dalam sehari, dengan menanyakan “Gimana kabarmu sekarang?” atau “Gimana perasaanmu?” Kemudian mulai untuk menulis apa yang kita rasakan sehingga kita bisa melihat suatu pola.
Kembali ke awal
Coba pikirkan tentang orang tua kita atau orang yang mengasuh kita sejak kecil. Refleksikan apa yang kita lihat saat kecil dulu dan bagaimana kita melihat diri kita sekarang. Hal ini bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk melihat kehidupan dengan ekspektasi yang lebih realistis dan mendefinisikan bagaimana pengalaman yang sudah kita alami sebelumnya bisa membantu kita mencapai tujuan kita.
Pahami diri kita sekarang
Coba identifikasi apa artinya sebuah kesuksesan untukmu? Apa artinya hidup bahagia dan hidup sehat menurutmu? Tidak apa apa jika kita berpikir apa yang membuat kita bahagia saat kecil, tidak lagi membuat kita bahagia sekarang. Coba sekarang pikirkan apa yang paling kita hargai dan kita ingin menjadikan hidup kita seperti apa?
Berhenti judgement dan berbuat baiklah pada diri sendiri
Dengan melalui semua proses ini, sangat penting bagi kita untuk berhenti judge diri sendiri atau orang-orang disekitar kita. Melihat masa lalu bukan berarti kita menyalahkan orang tua kita bukan? Dan juga bukan menyalahkan atau mengkritik diri kita atas pilihan-pilihan yang kita buat? Sangat sedikit orang yang dapat mengetahui secara pasti apa yang mereka inginkan dalam kehidupannya sejak mereka masih muda. Maka, proses mempelajari diri kita sangatlah panjang dan tidak ada yang tahu secara pasti apa yang mereka lakukan. Maka, terimalah diri kita sebagai manusia apa adanya dan berbuat baiklah pada diri sendiri.
Tapi… Sampai kapan krisis ini akan berakhir?
Tidak ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini. Ingat bahwa QLC bukan suatu perlombaan, tetapi sebuah proses. Ketika kita tidak bahagia dengan diri kita dan tidak pasti dengan apa yang akan membuat bahagia, tentunya kita akan merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan inilah yang akan membuat kita berpikir bahwa kita butuh refleksi diri segera, tetapi jangan membuat keputusan apapun yang hanya membuat kita merasa nyaman sementara.
Daripada kita berfokus pada “kapan semua ini berakhir?”, ada baiknya kita fokus pada perkembangan diri kita. Setiap tiga bulan misalnya, kita coba ambil waktu untuk refleksi apa yang sudah kita pelajari sejauh ini dari diri kita, apa yang kita suka dan tidak kita suka, apa yang mengubah kita, dan bagaimana perasaan kita sehari hari. Kegiatan ini akan membuat kita terus fokus pada tujuan utama kita, merasa lebih baik, dan merasa bahwa kita bergerak ke arah yang tepat. Sadari bahwa hidup kita sudah berubah. Ketika ada masalah, coba untuk berlatih “PAUSE”dan fokus untuk memahami diri sendiri, apa yang kita inginkan dari kehidupan kita dan kita akan mendapatkan sisi positif dari krisis yang sedang kita alami.
Mau tahu tips-tips pengembangan diri lainnya? Yuk download aplikasi Teduh sekarang!
Baca lebih lanjut:
Afifah, S.H. (n.d.). Quarter-Life Crisis, Ketika Tumbuh Dewasa Tak Seindah yang Dibayangkan. Retrieved from: https://psikologi.unnes.ac.id/quarter-life-crisis-ketika-tumbuh-dewasa-tak-seindah-yang-dibayangkan/
Agarwal S, Guntuku SC, Robinson OC, Dunn A and Ungar LH. (2020). Examining the Phenomenon of Quarter-Life Crisis Through Artificial Intelligence and the Language of Twitter. Front. Psychol. 11:341. doi: 10.3389/fpsyg.2020.00341
Brigham, T. (2022). Signs You’re Having A Quarter-Life Crisis (And What To Do About It). Retrieved from: https://www.forbes.com/sites/tessbrigham/2022/06/07/signs-youre-having-a-quarter-life-crisis-and-what-to-do-about-it/?sh=10ee69516b2e
Comments